Sebagian orang merasakan ketakutan bahwa implementasi CLAPP-GSI bisa menjadi mekanistis dan instant. Untuk meminimalisir ketakutan dan memastikan bahwa CLAPP-GSI adalah proses dinamis yang berkembang tergantung kebutuhan dan perkembangan situasi masyarakat, maka dalam pelatihan dan pembelajaran Fasilitator harus dikembangkan:
1. Satu proses yang mendorong fasilitator pentingnya menggunakan kecerdasan emosional dan kecerdasaran social sebelum mereka ke lapangan. Proses ini bisa dibangun dengan 1 sesi diskusi brainstorming dengan peserta, atau melalui fishbowl untuk mencoba membangun peta pemikiran peserta. Kemudian diberikan input berdasarkan peta pemikiran yang muncul dari brainstorming atau dengan fish bowl.
2. Proses dalam pelatihan tidak hanya membahas alat ke alat, tetapi lebih banyak membahas apa yang mau dicapai, apa yang masyarakat akan hasilkan dari proses musyawarah. Alat harus dikembangkan dan dimodifikasi terus.
Materi penting lain dalam pelatihan fasilitator CLAPP-GSI adalah strategi membangun komitmen parapihak terutama Pemerintah Kabupaten sampai Desa, bagaimana komitmen diwujudkan dengan tindakan kongkrit, peran-peran parapihak yang penting harus dibangun dalam mendukung proses untuk tujuan bersama, bagaimana membangun peran tersebut. Materi tersebut harus dikembangkan setelah kembali dari lapangan atau sebelum menyusun action plan. Karena wujud komitmen dan peran parapihak akan semakin kelihatan jika sudah ada action plan.
Materi penting sebelum ke lapangan adalah materi yang membawa fasilitator kepada kreativitas dan inovasi mengembangkan instrument dan dinamis. Misalnya materi yang terkait dengan kefasilitatoran.
Kalau melihat tahapan CLAPP-GSI dalam integrasi dengan Musrenbang (seperti dalam bagan di bawah), maka perlu ada proses belajar di komunitas secara bertahap (kelas-lapangan-kelas-lapangan-kelas-…) dengan prinsip aksi-refleksi-aksi-refleksi-…. dan tidak instan yaitu:
Tahap – 1: fasilitator melakukan fasilitasi dan pengorganisasian masyarakat untuk persiapan social bersama masyarakat termasuk mengembangkan desain kajian. Sehingga masyarakat, terutama warga yang kurang mampu dan perempuan termasuk yang terpinggirkan benar-benar siap untuk mengikuti proses selanjutnya. Kapasitas fasilitator dalam tahap ini harus benar-benar memadai dan memahami bahwa CLAPP-GSI tidak instan, dan memerlukan inisiatif dan kreasi yang inovatif. Proses-proses AI harus dibangun disini, termasuk mengidentifikasi champion local yang tertarik dan memiliki pengalaman kuat dan mau disharingkan dengan yang lainnya.
Tahap – 2: fasilitator melakukan fasilitasi proses Identifikasi Umum dan pemetaan asset dari tahap B1-B4 hingga C. Pada tahap ini di komunitas akan mengeksplorasi pengalaman masyarakat. Informasipun akan dikaji dari situasi dan keadaan umum sampai focus pada 5 bidang asset serta mengajak masyarakat untuk mulai memikirkan “mau dibawa kemana desa dan masyarakat mereka, jika asset-nya seperti itu”. Hasil kajian saat ini sangat membantu proses selanjutnya. Sehingga penting bagi fasilitator untuk kembali ke kelas (kantor) atau tempat dimana fasilitator termasuk FASDES/KPM melakukan refleksi dan berkumpul bersama. Sehingga bisa menemukan informasi dan fakta apa yang masih penting diperdalam terutama yang semakin focus pada isu gender dan social.
Tahap – 3: Fasilitator harus trampil bagaimana refleksi, kajian mendalam hingga pleno untuk memastikan draft kondisi hingga kekuatan atau asset desa memadai untuk memulai satu perencanaan. Draft Visi dan misi masyarakat desa sudah cukup untuk memulai menyusun agenda-agenda perencanaan 5 tahun.
Tahap – 4: Tahap Musrenbangdesa, dimana fasilitator mulai memfasilitasi proses-proses untuk masyarakat mampu mengembangkan gagasan yang benar-benar berdasarkan asset mereka. Termasuk mengajak diskusi melalui FGD perempuan, FGD keluarga miskin, kemudian diplenokan.
Tahap – 5: Tahap Pasca Musrenbangdesa dan penganggaran. Proses ini dikaitkan dengan persiapan proses musrenbang kecamatan. Harus dialokasikan waktu dimana agenda-agenda kongkrit masyarakat pada tahun berjalan harus sudah dimulai dengan gerakan-gerakan swadaya.
Tahap – 6: Tahap Monitoring dan Pelaksanaan. Dalam keseharian pelaksanaan program pembangunan desa, maka fasilitator harus mendapat pembelajaran bagaimana masyarakat mampu melakukan pemantauan atas program dan kegiatan mereka.
Tahap – 7: Tahap Evaluasi. Pembelajaran pada tahap ini, harus dicoba dengan menggunakan instrument supaya masyarakat bisa menilai program mereka, menilai sejauhmana RPJMDesa dan RKPDesa mereka menjadi landasan membangun desa.
Secara keseluruhan perlu dibangun konsistensi pembelajaran melalui proses sharing secara intensif. Karena proses reguler adalah menjadi proses yang rutin melalui MUSRENBANG, maka integrasi dengan Pemerintah tidak bisa ditawar. Caranya adalah memastikan bahwa Pemerintah memberi dukungan termasuk mengalokasikan orang yang menjadi fasilitator pendamping. Karena di lapangan banyak program dan proyek yang menggunakan skema perencanaan masyarakat seperti PNPM-P3MD plus-dll, maka stakeholder dari proyek tersebut harus diajak untuk secara kolaborasi memikirkan dan mendesain pengintegrasiannya.
Demikian, pandangan singkat dalam rangka pelatihan fasilitator CLAPP-GSI yang segera dan sudah dimulai di Buton.
Ditulis oleh : I Nyoman Oka - Mitra Samya
Di Kabupaten Sintang, Kal-bar kami juga mengembangkan model perencanaan pembangunan desa yang partisipatif, yang kami sebut dengan Model Baum-Beduruk dan Baum-Nyelapat Taun. Kedua model ini merupakan integrasi dari Permendagri No 66 Tahun 2007 tentang PPD dengan kearifan lokal masyarakat Dayak di Kec. Kelam Permai, Kabupaten Sintang, Kal-bar. Informasi di atas memberikan manfaat guna memperkuat model yang telah kami kembangkan. Terima kasih untuk informasinya.
BalasHapusSalam,
Dedy Armayadi.